Kamis, 20 Juni 2013

PERAWAT SITI SUNAT 100 ANAK



Probolinggo, Jurnalis Warga – Khitanan Masal yang digelar Persatuan Perawat Nasioanal Indonesia (PPNI) bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Probolinggo di Joyo Lelono menuai cerita unik tersendiri. Pasalnya acara sunat masal tersebut dilakukan justru oleh banyak perawat perempuan dan dibanding perawat laki-laki. Moedjoko, Ketua PPNI (Persatuan Perawat Nasioanal Indonesia) menjelaskan bahwa acara sunatan masal ini menghadirkan 100 anak usia 7 tahun ke atas dari 20 Kecamatan, dan melibatkan perawat senior dari 23 Puskesmas dan 5 (lima) Dokter dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Kabupaten Probolinggo. Lebih lanjut Moeldjoko menjelaskan tentang perbedaan Calak (Sunat yang dilakukan Kyai, jaman dulu) dengan Sunat yang dilakukan tenaga medis, pada dasarnya sama-sama dipotong bagian penutup zakarnya, tetapi yang membedakan Sunat tenaga medis lebih safety (aman) dan Higienis (sehat).
Secara terpisah Asy’ari, Asisten Bupati Bidang Ekonomi Pembangunan menegaskan bahwa acara Khitanan Masal tersebut merupakan bentuk kepedulian Pemerintah Kabupaten kepada masyarakat kurang mampu disamping mengamalkan ajaran Nabi Ibrahim, As. Bagi masyarakat yang belum yang anaknya belum tererekrut dalam Khitanan Masal hari ini, kami sudah mengalokasikan di PP. Syaikh Abdul Qodir Jaelani, Rangkang – Kraksaan Probolinggo bulan depan. Jika belum bisa mengakomodasi semuanya, kami akan menggandeng Perusahaan, Pondk Pesantren dan Yayasan Sosial yang lain, Janjinya.
Pada kempatan berbeda, Juarso, ayah angkat Wahyu Firmasyah seorang anak yatim piatu menjelaskan bahwa dirinya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten dan PPNI (Persatuan Perawat Nasioanal Indonesia) dan semua pihak yang menyelenggarakan Khitanan Masal hari ini, sebab dirinya yang hanya buruh tani tidak memiliki cukup biaya untuk mengkhitankan anaknya tersebut. Ada banyak anak yang senasib dengan Wahyu Firmansyah (7 tahun) seperti , Alfatah Pratama (8 tahun), dan andika (7 Thun) asal Ranu Gedang Kecamatan Tiris. Mereka bertiga menjawab kompak bahwa meraka tidak merasa sakit saat disunat tetapi tetap menangis karena teman-temannya pada menangis semua. “ Takok, nak-kanaken, Pak. Mareh sonat, nggih mburu pon, agele’en” (Takut anaknya, Pak. Setelah selesai disunat (laser), langsung lari (jalan cepat) sambil tertawa, RED), Ujar Juarso menjelaskan.
Salah seorang Tukang Sunat perempuan itu Siti Hayati, seorang Perawat Puskesmas Gending yang masih cukup muda. Dengan gayanya yang khas dia menjelskan bahwa dirinya sudah terbiasa melakukan sunat pada anak laki-laki, jadi tidak ada rasa takut, kawatir ataupun geli. Beda dengan saat dirinya pertama kali melakukan sunat, perasaannya campur aduk tidak karuan, antara kasihan, takut, grogi bahkan geli melihat burung kecil yang akan disunat. Sekarang sudah sangat banyak perawat wanita yang terbiasa menyunat dan tidak menjadi barang tabu lagi. “ anda bisa lihat sendiri, bukan? Lebih banyak kaum kami yang melakukan tugas menyunat daripada kaum laki-laki?, katanya promosi. Bahkan jika ada orang dewasa (belum sunat) minta disunat, dirinya dan teman sejawatnya siap melakukannya. Are You Ready? (JW BUKHARI, KAB. PROBOLINGGO)

1 komentar: