PERAWAT SITI SUNAT 100 ANAK
Probolinggo,
Jurnalis Warga – Khitanan Masal yang digelar Persatuan Perawat
Nasioanal Indonesia (PPNI) bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten
Probolinggo di Joyo Lelono menuai cerita unik tersendiri. Pasalnya acara
sunat masal tersebut dilakukan justru oleh banyak perawat perempuan dan
dibanding perawat laki-laki. Moedjoko, Ketua PPNI (Persatuan Perawat
Nasioanal Indonesia) menjelaskan bahwa acara sunatan masal ini
menghadirkan 100 anak usia 7 tahun ke atas dari 20 Kecamatan, dan
melibatkan perawat senior dari 23 Puskesmas dan 5 (lima) Dokter dari IDI
(Ikatan Dokter Indonesia) Kabupaten Probolinggo. Lebih lanjut Moeldjoko
menjelaskan tentang perbedaan Calak (Sunat yang dilakukan Kyai, jaman
dulu) dengan Sunat yang dilakukan tenaga medis, pada dasarnya sama-sama
dipotong bagian penutup zakarnya, tetapi yang membedakan Sunat tenaga
medis lebih safety (aman) dan Higienis (sehat).
Secara terpisah
Asy’ari, Asisten Bupati Bidang Ekonomi Pembangunan menegaskan bahwa
acara Khitanan Masal tersebut merupakan bentuk kepedulian Pemerintah
Kabupaten kepada masyarakat kurang mampu disamping mengamalkan ajaran
Nabi Ibrahim, As. Bagi masyarakat yang belum yang anaknya belum
tererekrut dalam Khitanan Masal hari ini, kami sudah mengalokasikan di
PP. Syaikh Abdul Qodir Jaelani, Rangkang – Kraksaan Probolinggo bulan
depan. Jika belum bisa mengakomodasi semuanya, kami akan menggandeng
Perusahaan, Pondk Pesantren dan Yayasan Sosial yang lain, Janjinya.
Pada kempatan berbeda, Juarso, ayah angkat Wahyu Firmasyah seorang anak
yatim piatu menjelaskan bahwa dirinya sangat bersyukur dan berterima
kasih kepada Pemerintah Kabupaten dan PPNI (Persatuan Perawat Nasioanal
Indonesia) dan semua pihak yang menyelenggarakan Khitanan Masal hari
ini, sebab dirinya yang hanya buruh tani tidak memiliki cukup biaya
untuk mengkhitankan anaknya tersebut. Ada banyak anak yang senasib
dengan Wahyu Firmansyah (7 tahun) seperti , Alfatah Pratama (8 tahun),
dan andika (7 Thun) asal Ranu Gedang Kecamatan Tiris. Mereka bertiga
menjawab kompak bahwa meraka tidak merasa sakit saat disunat tetapi
tetap menangis karena teman-temannya pada menangis semua. “ Takok,
nak-kanaken, Pak. Mareh sonat, nggih mburu pon, agele’en” (Takut
anaknya, Pak. Setelah selesai disunat (laser), langsung lari (jalan
cepat) sambil tertawa, RED), Ujar Juarso menjelaskan.
Salah seorang
Tukang Sunat perempuan itu Siti Hayati, seorang Perawat Puskesmas
Gending yang masih cukup muda. Dengan gayanya yang khas dia menjelskan
bahwa dirinya sudah terbiasa melakukan sunat pada anak laki-laki, jadi
tidak ada rasa takut, kawatir ataupun geli. Beda dengan saat dirinya
pertama kali melakukan sunat, perasaannya campur aduk tidak karuan,
antara kasihan, takut, grogi bahkan geli melihat burung kecil yang akan
disunat. Sekarang sudah sangat banyak perawat wanita yang terbiasa
menyunat dan tidak menjadi barang tabu lagi. “ anda bisa lihat sendiri,
bukan? Lebih banyak kaum kami yang melakukan tugas menyunat daripada
kaum laki-laki?, katanya promosi. Bahkan jika ada orang dewasa (belum
sunat) minta disunat, dirinya dan teman sejawatnya siap melakukannya.
Are You Ready? (JW BUKHARI, KAB. PROBOLINGGO)
aku mau revisi sunat donk bu perawat siti
BalasHapus