Probolinggo, Jurnalis Warga – MSF Kabupaten Probolinggo atau lebih kita
kenal dengan Forum Multipihak yang dibentuk Desember 2012 lalu,
diharapkan menjadi wadah resmi dan saluran utama aspirasi masyarakat
dalam peningkatan pelayanan publik di Kabupaten Probolinggo. MSF dalam
perjalanannya yang hampir setahun terakhir belum mampu menunjukkan jenis
kelamin yang jelas. MSF seakan hanya sebuah komunitas karbitan yang
dipaksa masak sebelum waktunya. MSF dalam realitasnya vacum dari peran
dan fungsinnya. MSF tersesat dalam pemikiran egosektoral kelompok, sebab
MSF dalam tataran etimologi peserta forum dimaknai secara sempit
menjadi hanya milik kesehatan saja. Padahal kita bahwa pelayanan publik
melingkupi Pendidikan, Kesehatan dan Penguatan Iklim
Usaha. Olehnya ke depan MSF harus bisa mengambil peran lebih sebagai
pihak yang melakukan advokasi dan kontrol sosial masyarakat.
Niat
baik Pemerintah Kabupaten Probolinggo dengan melakukan MoU (Memorandum
of Understanding) dengan USAID (United State Agency For International
Development) INDONESIA dalam kerangka Peningkatan Pelayanan Publik
dengan skala prioritas Bidang Kesehatan dan Penguatan Iklim Usaha
faktanya kurang mendapat respon positif dari pengguna layanan publik.
Hal tersebut dibuktikan dengan lemahnya kontrol masyarakat terhadap
progran Kinerja-USAID tersebut. Seperti disinyalir oleh Gus Dudung,
bahwa niat baik Pemkab Probolinggo tersebut harusnya direspon oleh
masyarakat dengan mengoptimalkan peran advokasi dan kontrol sosial.
Pembentukan MSF (Multi Stakeholder Forum) yang diharapkan sebagai wadah
untuk melakukan advokasi dan kontrol sosial nyatanya masih belum jelas
dan tersesat dalam pemikiran egosektoral masing-masing pihak. MSF
Kabupaten Probolinggo saatnya melakukan revitalisasi organisasi sehingga
peran dan fungsi MSF bisa integral, holistik dan terpadu untuk
peningkatan publik.
Dalam kesempatan berbeda Bachtiar Fitanto
(LPSS-USAID Kinerja) menegaskan bahwa MSF harusnya lebih bersifat
inklusif tidak ekslusif. MSF tidak mengikat anggotanya secara
organisatoris, tetapi lebih kepada penguatan peran dan fungsi masyarakat
yang peduli terhadap peningkatan pelayanan publik, jadi anggota MSF
bebas keluar masuk tidak seperti organisasi kemasyarakatan yang diatur
dengan AD-ART Organisasi. (JW Bukhari-Kab.Probolinggo).
Niat baik Pemerintah Kabupaten Probolinggo dengan melakukan MoU (Memorandum of Understanding) dengan USAID (United State Agency For International Development) INDONESIA dalam kerangka Peningkatan Pelayanan Publik dengan skala prioritas Bidang Kesehatan dan Penguatan Iklim Usaha faktanya kurang mendapat respon positif dari pengguna layanan publik. Hal tersebut dibuktikan dengan lemahnya kontrol masyarakat terhadap progran Kinerja-USAID tersebut. Seperti disinyalir oleh Gus Dudung, bahwa niat baik Pemkab Probolinggo tersebut harusnya direspon oleh masyarakat dengan mengoptimalkan peran advokasi dan kontrol sosial. Pembentukan MSF (Multi Stakeholder Forum) yang diharapkan sebagai wadah untuk melakukan advokasi dan kontrol sosial nyatanya masih belum jelas dan tersesat dalam pemikiran egosektoral masing-masing pihak. MSF Kabupaten Probolinggo saatnya melakukan revitalisasi organisasi sehingga peran dan fungsi MSF bisa integral, holistik dan terpadu untuk peningkatan publik.
Dalam kesempatan berbeda Bachtiar Fitanto (LPSS-USAID Kinerja) menegaskan bahwa MSF harusnya lebih bersifat inklusif tidak ekslusif. MSF tidak mengikat anggotanya secara organisatoris, tetapi lebih kepada penguatan peran dan fungsi masyarakat yang peduli terhadap peningkatan pelayanan publik, jadi anggota MSF bebas keluar masuk tidak seperti organisasi kemasyarakatan yang diatur dengan AD-ART Organisasi. (JW Bukhari-Kab.Probolinggo).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar